Friday, August 7, 2015

Realita yang Akhirnya Kamu Terima — Selepas 1 Tahun Lulus Kuliah dan Mulai Bekerja"

Hiruk pikuk sebagai mahasiswa dan perjuangan skripsi akhirnya berakhir juga. Bangga rasanya sudah bisa menuntaskan kewajiban sebagai orang dewasa. Memasuki fase hidup baru dengan tanggung jawab lebih besar di bahu dan dada.
Kehidupan awal sebagai pekerja muda memberimu rasa berdaya dan perasaan mandiri yang tak ada dua. Mulai bisa membantu orangtua, membelanjakan uang untuk sesuatu yang disuka, sampai merencanakan hidup ke depan sesuai impian di kepala.
"Setahun setelah resmi Sarjana, ternyata hidupmu berubah dengan begitu cepatnya. 

1.Alih-alih bangga, ijazah di tangan justru membuatmu merasa kerdil dan tak bisa apa-apa. Hidupmu seakan di-restart ulang sebagai manusia


pertanyaan ini yang sering ada di kepala
“Kemampuan apa yang membuatku berbeda? Apa yang bisa kujual dan diterima oleh calon perusahaan tempat bekerja?”

Momen setelah wisuda justru jadi masa me-reset ulang ekspektasi. Di sinilah kamu kembali menggali apa yang sesungguhnya dirimu mampu lakoni.



2. Seberapapun menterengnya, pekerjaan tetap akan berjenjang seperti tangga. Kamu harus mulai dari undakan terbawahnya


Meski masuk program yang kata orang bergengsi — kerasnya tenaga justru baru akan diuji di titik ini. Alih-alih merasa berhasil, kamu justru akan lebih tahu diri. Tidak mudah meniti karir hingga ke level tertinggi. Mereka yang sudah berhasil memang layak membuatmu mengangkat topi.


3. Kebutuhan tak akan ada ujungnya. Gaji toh tetap terasa kurang jika tak pandai mengaturnya. Kamu pun belajar merasa cukup sebagai manusia


Gaji yang didapat dari hasil keringat sendiri itu entah bagaimana bisa menguap begitu saja. Kamu harus memutar otak agar tidak berakhir jadi penghuni kost seumur hidup yang tak punya apa-apa.
Perlahan, kamu pun mulai menyesuaikan pola hidup sesuai pendapatanmu. Selepas euforia girang mendapat gaji sendiri berlalu, gaya hidup (anehnya) berubah tak lagi seloyal dulu. Meski kini kebebasan membelanjakan uang ada di tanganmu — mewah dan mentereng bukan lagi jadi prioritasmu. Cukup. Sudah. Hidup kini sesederhana itu.

4. Ada rasa ringan di dada saat sedikit bisa turun tangan membantu orangtua. Meski kamu sadar apapun yang diberi tak bisa membalas kebaikan mereka


Entah kenapa setelah mulai bekerja ada rasa yang mendesak di dada untuk mengembalikan sesuatu pada orangtua. Beratnya kewajiban profesional sebagai orang dewasa membuka matamu bahwa tak mudah jadi mereka dulu. Mengejar karir sembari membesarkanmu. Kamu ingin meringankan beban mereka semampu kekuatan bahumu. Meski toh sampai kapanpun hutang itu tak akan impas menurut perhitunganmu….



5. Melihat perjalananmu dan kawan seperjuangan, kamu pun mengamini satu hal. Ternyata rejeki sungguh datang dari banyak jalan


Selepas mulai bekerja, tak lagi jadi mahasiswa — kamu tak lagi skeptis soal pendapat bahwa rejeki bukan selalu berbentuk uang saja, ada yang menikah lebih dulu dan bahagia, ada yg bekerja jauh dari orang tua tp penghasilan layaknya gunung menjulang tinggi.

Akhirnya Aku  mengerti. Uang hanya sekian bagian kecil dari rejeki. Masih ada rejeki non materi lain yang juga berarti.


6. Kesibukan kerja membuatmu ogah menanggapi drama tak penting soal hati. Jika memang tak bisa diajak membangun mimpi, di titik ini lebih baik kamu berhenti. Atau pergi


Kamu lebih butuh dia yang bisa mengerti bahwa ada kesibukan yang harus didahulukan. Ada kewajiban yang perlu dituntaskan. Dan karenanya pertemuan dan kemanjaan perlu ditangguhkan — tanpa berarti mengurangi perasaan.
Otakmu dan tenagamu sudah terlalu penuh untuk menanggapi hubungan yang konfliknya seperti angin puyuh. Jika memang tak sejalan, lebih baik kalian saling melepas saja agar tak berlama-lama dalam ikatan yang rapuh.

7. Pertanyaan “Akan jadi apa?”; “Nanti berakhir di mana?” tak lagi membuatmu cemas lama-lama. Jalani saja. Pintu kesempatan terbaik nanti akan terbuka


Setiap pagi kamu akan terbangun dengan mengulang pertanyaan yang sama:
“Sebenarnya aku sedang dibawa ke mana? Tuhan punya rencana apa?”


Tapi kini berbeda. Pertanyaan tak harus membuatmu berkontemplasi lama demi mencari jawabannya. Satu-satunya pilihan termanjur adalah mendepak selimut untuk segera bangun dan menjalani kewajiban sebagai orang dewasa. Sebab toh di akhir hari Tuhan akan berbaik hati pada mereka yang berusaha. Pintu kesempatan untuk pejuang macam ini akan terbuka dengan sendirinya.

sumber:hepwee